Organisasi Profesi Medis di Riau Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law

Minggu, 6 November 2022 17:13 WIB

Share
Lima Organisasi Medis Tolak RUU Omnibus Lawdi Riau
Lima Organisasi Medis Tolak RUU Omnibus Lawdi Riau

PEKANBARU.RIAU.POSKOTA.CO.ID - Lima Organisasi Profesi (OP) Medis di Riau diantaranya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyatakan sikap menolak penghapusan Undang-undang Profesi dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan atau Omnibus Law. 

Sejak RUU Kesehatan (omnibus law) ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas oleh DPR RI.

Ketua IDI Cabang Riau, dr Zul Asdi mengatakan, IDI cabang Riau beserta organisasi profesi Kesehatan lainya mendukung perbaikan sistem kesehatan nasional alih-alih mendukung penghapusan UU profesi yang ada dalam RUU Kesehatan.

"Di daerah tidak ada masalah mengenai kewenangan IDI dan Pemda, malah terbantu oleh OP medis dan kesehatan dalam mendukung peningkatan kesehatan masyarakat," kata dr Zul Asdi saat menggelar aksi penolakan di kampus Universitas Lancang Kuning (UNILAK) Minggu (06/11/2022).

Zul Asdi mengatakan, pembahasan RUU kesehatan tidak bisa menghapuskan UU yang mengatur tentang profesi kesehatan. Alih-alih menghapus, Zul Asdi justru mendorong adanya penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya.

Selain itu, tambah Zul Asdi, Kelima organisasi kesehatan di Riau ini juga mendesak pemerintah dan DPR lebih aktif melibatkan organisasi profesi kesehatan dan unsur masyarakat dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat.

"Kami sepakat kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga," kata Zul Asdi.

Zul Asdi juga mengingatkan, masih banyak tantangan kesehatan yang perlu ditangani, seperti penyakit TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak atau KIA, maupun penyakit-penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar.

Kemudian, pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN, dan pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber.

"Tantangan ini harus dihadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat," kata Zul Asdi.

Halaman
Reporter: Helmi
Editor: Helmi
Sumber: -
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar
Berita Terpopuler