Messi, dalam Luka dan Cahaya Waktu, Oleh: Amir Machmud NS
Minggu, 25 Desember 2022 12:55 WIB
RIAU.POSKOTA.CO.ID - Sekian panjang waktu telah melukai Lionel Andres Messi. Dan, cukup pada sepenggal malam sang waktu mencahayai terang hidup Messi.
Kau bayangkankah sekian tahun dia hidup dalam bayangan muram?
Setelah pada 2005 meraih Piala Dunia U20, lalu melengkapinya dengan medali emas Olimpiade 2008, dia tumbuh dan menjalani karier dalam bayang-bayang “Sang Dewa”, Diego Maradona.
Tak henti dia diperbandingkan. Sebagai pewaris sahih kemampuan El Pibe de Oro, apa pun perkembangan dan capaian Leo Messi selalu dikaitkan sebagai “The Next Maradona”.
Psikologi sejarah dan fenomena budaya pop tak mengompromikan dia tumbuh menjadi diri sendiri, independen sebagai Lionel Messi.
Dalam kelengketan dribel, gol solo run berlika-liku, kaki kiri yang bagai punya indera, tendangan bebas, dan visi umpan, Messi adalah fotokopi Maradona.
Dia berbeda dari “New Maradona” lain yang pernah digadang-gadang tetapi akhirnya tak beranjak ke level “dewa”. Bukankah dalam rentang waktu sejak dekade 1990-an kita mengenal Ariel Ortega, Marcello Gallardo, Juan Ramon Riquelme, Pablo Aimar, Carlos Tevez, atau Javier Saviola?
Dalam hal raihan gelar liga, Liga Champions, dan catatan formal individu, Leo Messi bahkan melewati secara telak seniornya itu. Tujuh trofi Ballon d’Or adalah rekor yang tak tersamai, dan hanya bisa didekati oleh Cristiano Ronaldo yang lima kali mendapatkan.
Dibandingkan dengan Maradona, kekurangan Messi hanya satu: Piala Dunia, trofi yang terakhir kali diraih Argentina pada 1986. Copa America yang didapat Messi pada 2021 adalah trofi yang tak pernah diperoleh oleh Maradona, namun psikologi pembandingan hanya menghitung Piala Dunia.
Luka Waktu